Kemajuan di bidang elektronika semakin berperan dan amat besar sumbangannya bagi perkembangan komunikasi dan telekomunikasi saat ini. Kenyataan ini bisa dilihat dari berbagai penemuan baru dalam perangkat keras maupun perangkat lunak komputer hanya dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Disamping kapasitas dan kemampuan yang semakin besar dan cepat, barang juga relatip mudah didapat dengan harga semakin terjangkau. Bahkan, kini banyak perangkat lunak yang ditawarkan dan bisa diunduh secara gratis. Harga laptop jinjing tiga tahun lalu masih di atas sepuluh jutaan, sekarang dengan uang lima juta rupiah kita sudah bisa memilikinya. Satu hal lagi yang lebih menggembirakan, dengan telepon selular model tertentu, kita sudah bisa berinternet ria.
Di dunia maya, tidak ada lagi batas-batas yang jelas dan nyata antara satu negara dengan negara lain. Seseorang bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam dua negara yang berbeda, kendati belum pernah bertemu ─ bahkan saling mengenal ─ sebelumnya secara fisik. Komunikasi bisa dilakukan kapanpun, dimanapun dan dengan siapa saja. Tidak perlu repot berurusan dengan kantor imigrasi untuk mengurus paspor, visa, atau dokumen lain. Demikian pula dengan kantor pajak, dimana ada kewajiban membayar fiskal luar negeri terlebih dahulu sebelum berangkat ke luar negeri.
Kini orang mulai cenderung berkomunikasi satu sama lain lewat internet. Satu perusahaan yang berpusat di Jakarta misalnya bisa berhubungan setiap saat dengan cabang-cabang di seluruh tanah air. Begitu pula untuk berkirim surat, kini lebih sering dilakukan lewat surat elektronik atau eMail. Hal ini bisa dimaklumi ─ meskipun di lain pihak perkembangan ini boleh jadi bukan sesuatu yang menggembirakan bagi kantor pos ─ karena jangka waktu pengiriman jauh lebih cepat, efektip dan efisien. Dalam hitungan detik, surat elektronik yang dikirim sudah bisa dibaca di alamat yang dituju. Jauh sekali perbedaannya bila dibandingkan dengan kondisi puluhan tahun lalu, dimana kita sering gelisah dan tidak sabar menunggu kedatangan petugas kantor pos mengantar surat yang sudah lama kita nantikan.
Cybercrime, bisa diartikan sebagai kejahatan di dunia maya atau internet ─ sepak terjangnya kini semakin merisaukan seiring dengan perkembangan jaringan internet. Tindakan mereka tidak lagi sekedar iseng atau mengganggu tetapi sudah mengarah ke tindak kejahatan yang merugikan maupun membahayakan pihak lain. Sering kita mendengar rekening seorang nasabah habis dikuras tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Demikian pula dengan pembuatan serta penggunaan kartu kredit palsu yang mengakibatkan kerugian yang jumlahnya tidak sedikit. Atau, suatu ketika tiba-tiba kita tidak bisa menggunakan komputer kita sendiri karena sudah dikendalikan orang lain tanpa kita sadari. Kasus-kasus di atas adalah merupakan contoh dari tindakan para pelaku cybercrime yang jelas sangat merugikan.
Kini pemerintah Amerika Serikat sendiri sudah mulai terusik dengan tindakan para cybercrime. Pada 26 Mei 2009 lalu FBI diwakili oleh Asisten Direktur Divisi Cyber Shawn Henry melakukan diskusi singkat dilanjutkan acara tanya jawab dengan para wartawan asal manca negara. Topik yang dibahas adalah, “Cybercrime dan Kerjasama Internasional untuk Memerangi Ancamannya.” Dalam kata pembukaan Henry memaparkan secara panjang lebar adanya ancaman nyata dari cybercrime saat ini melalui berbagai jaringan baik di Amerika Serikat sendiri maupun informasi yang diperoleh secara langsung dari negara mitra yang tersebar di seluruh dunia. Berbagai serangan dilakukan secara teratur atas berbagai jaringan yang ada terutama sektor jasa keuangan.
Penyelidikan yang dilakukan telah dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok yang beroperasi dari berbagai negara yang sedang menargetkan sasaran pada sektor keuangan untuk keuntungan pribadi. Juga terungkap adanya usaha-usaha dari pihak yang bersimpati pada kelompok tertentu untuk menyusup pada jaringan-jaringan, lalu memutuskan jaringan, dan mengambil seluruh informasi intelijen yang ada di dalamnya.
Serangan cybercrime yang meningkat pesat akhir-akhir ini adalah serangan yang dilakukan oleh kelompok terorganisir yang sering bertemu secara on line dalam lingkungan dunia maya. Anggota kelompok ini berasal dari berbagai negara dan masing-masing punya keahlian tersendiri. Mereka sendiri satu sama lain tidak pernah bertemu secara fisik melainkan bergabung secara kolektif dengan cara on line. Bisa dibayangkan, dengan berbagai keahlian yang dimiliki tentu kelompok ini tidak akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan target yang diinginkan.
Ruang lingkup serangan cybercrime adalah global, karena internet sendiri tidak punya batas secara geografis. Akibat dari serangan ini sangat berpengaruh pada perdagangan dan tidak terbatas di Amerika Serikat sendiri juga lembaga keuangan dan sektor ekonomi lainnya di seluruh dunia. Banyak dari anggota kelompok ini bergabung bersama secara on line di dunia maya dan sering berada dalam lima atau enam negara yang berbeda. Tanpa ada upaya kerja sama dengan negara mitra setempat, tentu kemampuan untuk mencoba menghentikan atau mengurangi ancaman itu menjadi terbatas.
Kini serangan cybercrime ini sudah merambah dengan cepat ke jaringan sosial yang sangat populer saat ini ─ Facebook. Banyak pengguna Facebook yang menjadi mangsa para penipu karena mereka beranggapan situs jaringan sosial adalah surga aman pada internet. Keluhan-keluhan yang timbul akibat serangan pelaku cybercrime ini mulai bermunculan. Lisa Severens dari Worcester, Massachusetts misalnya, memberitahukan virus telah menyusup dan mulai mengendalikan komputernya dengan cara mengirimkan gambar-gambar porno ke kolega-koleganya. Dia merasa amat malu sehingga harus mengganti komputernya dengan yang lain karena perangkat lunak jahat itu sendiri tidak bisa disingkirkan.
Cybercrime ─ kerugian yang ditimbulkan milyaran dollar bagi perusahaan dan perorangan di Amerika Serikat ─ bisa menyebar dengan cepat karena para berandalan ini bisa memanfaatkan keluguan para pengguna tentang sisi gelap dari jaringan sosial. Peningkatan serangan ini sendiri menggambarkan suatu pertumbuhan luar biasa yang dialami oleh Facebook. Para ahli mengatakan penyusup-penyusup ini mulai menyabotase Facebook setelah melihat jumlah anggotanya yang meningkat tajam, dari 120 juta pada Desember 2008 menjadi 200 juta orang saat ini.
Berandalan ini menerobos masuk Facebook dengan cara berpura-pura sebagai teman dari pemakai lalu segera mengirimkan pesan-pesan sampah yang mengarahkan mereka ke situs yang telah mencuri data pengguna lalu mulai menyebarkan virus. Seorang juru bicara Facebook mengatakan persentase keberhasilan serangan ini relatip sama dengan pertumbuhan anggota, yakni kurang dari 1% dari jumlah seluruh anggota selama lima tahun terakhir.
Dari markas besarnya di Palo Alto, California Facebook mengatakan pihaknya selalu berusaha untuk menjaga keamanan data para pengguna dengan cara menyisir pesan-pesan sampah dan perangkat lunak jahat yang sedang menargetkan sasarannya. Tetapi meskipun demikian, Facebook juga selalu memesankan agar setiap anggota harus bertanggungjawab bagi keamanannya sendiri. Walaupun mereka selalu berusaha untuk menjaga agar data para pengguna di Facebook aman, namun itu bukan merupakan suatu jaminan.
Sumber bacaan: Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Osinfo-Open Sources Information, dan Reuters