Pria Genius Tolak Hadiah USD1 M

RUSIA – Siapa yang tidak tergiur dengan USD 1 miliar, siapa pun pasti tidak akan pernah menolak jika diberi  hadiah uang tunai sebanyak itu.

Tapi tidak begitu dengan Dr Grigory Perelman. Pria berusia 44 tahun ini menolak hadiah sebesar USD 1 miliar, setelah berhasil memecahkan teka-teki matematika yang paling sulit di dunia.

.

Dr Grigory Perelman

Pria Rusia yang tinggal bak pertapa ini berhasil memecahkan teka-teki  Poincare Conjecture, tapi ia menolak untuk datang dan menerima hadiahnya yang diberikan oleh Institut Matematika  Clay USA, sebesar USD 1 miliar.

“Saya tidak tertarik dengan uang atau ketenaran. Saya tidak mau dijadikan pajangan layaknya hewan di kebun binatang. Saya bukan pahlawan matematika. Oleh karena itu saya tidak ingin semua orang memandang saya,” ujarnya.

Vera Petrovna, salah satu tetangganya berujar bahwa ia pernah melihat isi flat pria genius ini, hanya memiliki sebuah meja, bangku kecil, dan sebuah tempat tidur dengan kasur yang kumal. Itu pun berasal dari pemilik sebelumnya.

“Kami berusaha untuk melenyapkan semua kecoa di blok kami, tapi semua kecoa itu masuk ke kamarnya sekarang,” ujar Vera. Seperti dilansir ananova.com, Rabu (24/3/2010).

Poincare Conjecture sendiri adalah teka-teki yang telah berusia 100 tahun, teka-teki itu nantinya bisa membantu menjabarkan bentuk dari alam semesta. (rhs)

.

Sumber: Okezone.com

Kesempatan Kedua Berbuah Manis

Suatu sore pada Juli 1977 di rumah kost Jl. Jati No.26 Medan. Saya sedang asyik bermain kartu truf dengan teman sesama kost. Disini juga bergabung teman yang kost di tempat lain. Permainan ini biasa kami lakukan setelah letih belajar seharian. Kami bermain sambil duduk di lantai teras kamar. Ada delapan orang yang bermain dan terbagi atas dua kelompok. Masing-masing kelompok empat orang, dua lawan dua. Teman yang tidak ikut main duduk sebagai penonton. Mereka sering bertindak sebagai supporter sehingga meramaikan suasana. Permainan ini kami lakukan tanpa taruhan. Pihak yang kalah hanya wajib jongkok dan tidak boleh duduk selama bermain. Mereka diizinkan duduk hanya setelah memenangkan ronde berikutnya.

Selagi asyik bermain, tiba-tiba seseorang datang lalu memberitahu bahwa hasil test seleksi penerimaan pegawai baru Departemen Keuangan telah keluar dan bisa dilihat di Kantor Departemen Tenaga Kerja. Bagi kami, ini merupakan penantian panjang karena test itu sendiri sudah terlaksana pada 1976 lalu. Seluruh mahasiswa yang kost di tempat saya ikut dalam seleksi itu. Demikian pula dengan beberapa mahasiswa yang kost di rumah-rumah sebelah. Sudah hampir setahun kami menunggu hasilnya tetapi belum keluar juga. Kemungkinan besar keterlambatan ini disebabkan oleh Pemilihan Umum yang berlangsung pada 1977…

Sebenarnya pada 1974 lalu, departemen ini telah membuka kesempatan untuk mengikuti seleksi penerimaan pegawai baru. Pada saat itu ada keinginan saya untuk mengikuti seleksi itu tetapi terbentur pada keharusan untuk memotong rambut. Ketua panitia seleksi untuk daerah Sumatera Utara pada waktu itu adalah Rektor Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Bapak Harry Suwondo, SH─seorang bekas militer yang diangkat menjadi rektor. Beliau menetapkan peraturan, setiap peserta pria yang berambut gondrong tidak diperbolehkan mengikuti test. Kedua telinga, baik ketika berfoto maupun mengikut test tertulis harus jelas kelihatan. Ketika itu rambut gondrong memang lagi mode dikalangan mahasiswa di seluruh penjuru Tanah Air.

Wah, ini pilihan berat! Bagaimana pula rambut yang gondrong sebahu tiba-tiba harus dipotong pendek, nampak telinga lagi. Apa tidak kelihatan lucu nanti? Akhirnya, setelah berpikir cukup lama saya putuskan untuk melewatkan test periode ini. Tampaknya ini keputusan konyol, hanya karena masalah rambut kesempatan emas dilepas. Anehnya yang bertindak seperti ini bukan saya saja, banyak teman-teman lain yang lebih mementingkan rambut ketimbang ikut seleksi. Saat itu saya berpikiran−seolah-olah alasan pembenaran atas apa yang telah saya putuskan−tokh saya masih aktip di bangku kuliah dan usia relatif masih muda.

Suatu pagi seorang mahasiswa senior saya di Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan datang berkunjung ke tempat kost saya. Penampilannya yang berobah drastis nyaris membuat saya ketawa karena merasa lucu. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu rambutnya masih gondrong kribo, sekarang tiba-tiba menjadi pendek nyaris gundul. Rupanya pilihannya sudah mantap untuk ikut seleksi ketimbang mempertahankan mode rambut. Dia membawa kumpulan soal-soal test penerimaan calon pegawai Departemen Keuangan tahun-tahun sebelumnya seperti Matematika, Bahasa Inggris dan Pengetahuan Umum. Teman ini minta tolong supaya dibantu untuk menyelesaikan soal-soal terutama Matematika dan Bahasa Inggris.

Saya tidak tahu persis dari mana dia dapat informasi sehingga bisa dan langsung mengarahkan tujuannya ke tempat saya. Sebelumnya kami jarang berkomunikasi kendati tempat kost kami memang tidak berjauhan. Dalam hati saya berkata, “Eh, apakah ini tidak terbalik, junior mengajari senior?” Namun saya tidak keberatan untuk membantu semampu saya. Tidak sampai setengah hari, kami telah melalap habis semua soal-soal Matematika dan Bahasa Inggris. Khusus Pengetahuan Umum saya sarankan dia untuk membaca buku-buku Sejarah, Geografi dan Surat Kabar.

Tidak berapa lama, pengumuman hasil testpun keluar. Perkembangan baik sebelum maupun sesudah test tidak pernah saya ikuti karena saya tidak terlibat di dalamnya. Berita itu saya ketahui setelah teman saya tadi datang lagi pada suatu malam ke tempat kost saya untuk memberitahukan bahwa ia ternyata lulus dan diterima menjadi calon pegawai di Departemen Keuangan. Dia mengucapkan terima kasih seraya memberikan sebungkus rokok Commodore. Ketika itu saya adalah seorang perokok meskipun pada saat membeli cuma batangan. Mengetahui dia berhasil, perasaan saya adalah antara bangga dan timbul sedikit penyesalan karena telah melewatkan test itu. Logika saya mulai jalan, “Kalau murid sendiri bisa diterima, bagaimana pula dengan gurunya?” Tapi sudahlah, barangkali ada blessing in disguise─seperti kata orang seberang─ sebuah rahmat tersembunyi. Lalu saya mengucapkan selamat sembari mengatakan orang sekampungnya pasti heboh dan bangga mendengar keberhasilannya.

Pada 1976, Departemen Keuangan membuka seleksi penerimaan pegawai baru lagi. Ketua panitia masih tetap dijabat oleh Harry Soewondo, SH selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Hanya pada masa itu mode rambut pria tidak segondrong dulu lagi meskipun masih tetap menutupi telinga. Tapi kali ini saya tidak mau mengambil resiko dengan melewatkan kesempatan lagi hanya karena persoalan rambut. Bukankah rambut kalau dibotaki sekalipun hanya tinggal menunggu beberapa lama, lalu tumbuh lagi seperti sediakala? Koq, dulu saya tidak berpikiran sampai sejauh ini, ya?

Sebelum berfoto untuk melengkapi berkas permohonan, rambut saya dipotong menjadi model cepak. Demikian pula dengan calon peserta lain sesama penghuni rumah kost. Usai potong rambut, sekilas kami semua kelihatan seperti badut. Ketika melihat cermin, wajah saya kelihatan amat lucu dan loyo sekali. Tetapi masa bodoh, yang penting kesempatan kali ini harus dimanfaatkan. Ketika test berlangsung, lokasi test saya adalah di gedung Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara di kawasan Padang Bulan. Test saya ikuti tanpa kendala apapun. Mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris berjalan lancar sedang Pengetahuan Umum sedikit lebih membutuhkan konsentrasi.

Mengetahui pengumuman sudah keluar, kamipun bubar karena tidak sabar untuk segera pergi melihatnya. Saya sendiri pergi dengan seorang teman berboncengan naik sepeda motor. Tiba disana hari sudah gelap sedang listrik disekitar kantor mati. Kami tidak bisa melihat isi lembar pengumuman yang tertempel pada papan pengumuman. Dengan bantuan nyala korek api, kami telusuri nomor satu persatu. Sekilas terlihat nomor ujian saya ada tercantum disitu, tetapi belum jelas benar karena nyala korek api tiba-tiba padam. Kami ulangi lagi sampai beberapa kali, sehingga yakin bahwa saya benar-benar lulus.

Sayang sekali, teman saya tidak lulus karena nomor dia seharusnya persis setelah nomor saya. Terlihat ada semacam kekecewaan pada sikapnya. Saya mencoba untuk menghibur sambil mengatakan, dia bisa lebih fokus untuk menyelesaikan kuliah. Juga dia hanya seorang anak bungsu yang tidak punya masalah dengan biaya perkuliahan. Lain dengan saya, seorang anak pertama dengan enam orang adik yang segera akan menyusul untuk kuliah setelah tamat dari SLTA.

Besoknya saya segera pulang ke Sarimatondang, kampung halaman saya. Kedua orangtua agak heran melihat saya datang karena biasanya saya pulang kalau liburan sekolah. Kuceritakan kepada mereka bahwa saya lulus test seleksi penerimaan calon pegawai Departemen Keuangan. Mereka agak kaget karena sebelumnya saya tidak pernah menceritakan apapun  tentang keikutsertaan saya dalam test itu. Hal ini memang sengaja saya lakukan karena kuatir, kalau dikasih tahu ternyata gagal mereka akan kecewa. Lagi pula, ‘kan tidak salah kalau sekali-sekali kita kasih surprise pada orang tua? Mereka berdua lalu terdiam sejenak, agaknya terharu terutama ibu yang sampai menitikkan air mata.